Bedah buku demokrasi pasca orba di aula gedung PKM (foto:panitia). |
Mahasiswa Pemikiran Politik Islam (PPI) IAIN Kudus, mengulas praktik demokrasi pada era setelah Orde Baru dalam forum bedah buku pada Rabu (19/10/2022). Bertempat di aula Gedung PKM kampus barat IAIN Kudus. Seminar bedah buku berjudul “Demokrasi Pasca – Orba” ini digelar oleh Himpunan Mahasiswa Program Study (HMPS) PPI.
Turut hadir dalam forum, praktisi demokrasi, Ahmad Yusuf Roni selaku anggota DPRD Kabupaten Kudus, Aktivis Mahasiswa Abdul Ghofur, dan Muhammad Hasan Syamsudin Akademisi IAIN Kudus.
Hasan menyampaikan bahwa dalam buku karangan Jamie S. Davidson ini, kondisi demokrasi di Indonesia setelah lengsernya Presiden Soeharto terbagi dalam (3) tiga tahapan. Pertama, tahap inovasi. Merayakan kebebasan demokrasi dengan memberi wewenang bagi setiap daerah untuk mengatur pemerintahan daerahnya sendiri, sekarang ini disebut sistem otonomi daerah. Kedua, tahap stagnasi. Munculnya kualifikasi tertentu guna membatasi partisipasi partai politik. Ketiga, tahap polarisasi. Tercerai-berainya kondisi sosial masyarakat dalam menyikapi isu-isu politik.
“ Banyak faktor pendorong timbulnya polarisasi politik di Indonesia, salah satunya dengan penggunaan identitas kelompok tertentu untuk menyerang kelompok tertentu lainya demi tercapainya posisi kekuasaan (politik identitas, red)," jelas Hasan.
Lebih lanjut, Hasan mengatakan isi yang tercantum dalam buku ini, menurutnya merupakan hasil pengamatan dari kondisi praktik politik di Indonesia oleh Jamie S. Davidson pada rentang waktu 1999 hingga 2018.
“ Meski begitu, harus kita sadari bersama bahwa nyatanya sekarang ini praktik polarisasi politik di Indonesia masih berlangsung,” ujarnya.
Disisi lain, Yusuf mengatakan terjadi kekeliruan oleh oknum pelaku politik dalam memanfaatkan kesempatan untuk berdemokrasi secara bebas. Hal ini dibuktikan dengan timbulnya anggapan masyarakat bahwa uang menjadi tolak ukur seseorang agar dapat meraih kekuasaan.
“ Kerap kali saya jumpai di desa-desa. Ketika memasuki waktu pemilihan Kepala Desa. Baik bapak-bapak atau ibu-ibu, obrolan mereka selalu tentang jumlah uang yang diberikan oleh kandidat calon kepala desa yang baru,” tutur anggota dewan tersebut.
Sedangkan sebagai aktivis, Ghofur mengajak para mahasiswa ikut serta dalam pengawalan kebijakan yang diturunkan oleh pemerintah. Hal tersebut merupakan bentuk kontrol sosial rakyat melalui suara mahasiswa pada kehidupan bermasyarakat. Karena menurutnya, tidak menutup kemungkinan bagi pemerintah melakukan kesalahan dalam membuat keputusan.
“ Pentingnya melakukan aksi demonstrasi ialah untuk memberitahukan kepada pemimpin bahwa telah timbul konflik di wilayahnya dikarenakan kebijakan yang ada,” jelasnya.
Kontributor: Ahmad Nur Ichsan (Pengurus HMPS PPI 2022, Divisi Media Informasi dan Komunikasi)
0 Comments:
Post a Comment