Suatu ketika, saya duduk berdampingan dengan seseorang yang luas keilmuannya. Dia bertanya pada saya bidang apa yang saya sukai. Dan tanpa pikir panjang, jawaban saya adalah nature, gender, dan seni. Sepertinya jawaban saya agak nyleneh. Sebagai mahasiswa politik Islam, “kenapa kamu suka nature(alam)?”. Saya lebih terkejut dengan pertanyaan itu. Wajah saya bilang, “apa?”. Dia pun menjelaskan pertanyaannya. Yang dia penasaran, kenapa mahasiswa politik islam malah tertarik pada alam yang sebenarnya tidak linear dengan keprodian. Dia melanjutkan, “apa hubungannya Islam, politik, dan alam?”. Lhoh, rekan diskusi saya ini tidak tahu atau hanya kurang paham. Ternyata dia benar tidak tahu. Satu-satunya yang dia ketahui, kebersihan itu sebagian dari iman.
Jiwa saya meronta-ronta. Ini adalah potret dari lingkungan kita. Seolah-olah agama adalah hanya perkara ibadah antara manusia dengan Tuhan. Apa-apa yang telah diajarkan oleh para ahli agama selama ini hanya bagaimana cara manusia beribadah kepada Tuhannya. Tapi pernahkah mendengar seorang ahli agama berseru untuk pikirkan alam? Lestarikan alam? Saya rasa langka.
Apakah saya hanya bergumam tidak jelas mengungkapkan pikiran saya? Mungkin coba baca buku Konservasi Alam dalam Islam edisi revisi karya Fachruddin M. Mangunjaya. Dalam pembukaannya, Mangunjaya mengungkapkan bahwa sikap muslim dalam kehidupan sehari-hari telah memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Seolah saleh hanya menyoal tentang cara-cara beribadah pada Tuhan. Padahal sebenarnya, melestarikan alam adalah termasuk kesalehan terhadap Tuhan.
Tulisan ini akan mencoba memberikan gambaran luasnya pemikiran Islam tentang alam. Tidak perlu terlalu njelimet. Saya hanya ingin menjawab pertanyaan rekan diskusi saya sehingga dia akan bilang “oh jadi begitu”. Paling tidak, saya ingin memahamkan pada pembaca kalau membicarakan nature bukan milik segelintir orang, dan membicarakan nature sebenarnya membicarakan Islam dan politik juga.
Kita mengamini bahwa Islam adalah rahmatan lil alamin. Secara sederhana, artinya adalah Islam sebagai pembawa rahmat bagi sekalian alam. Konsep ini masihlah bersifat abstrak(Yahya, 2018), karena itu definisi dan cakupannya sangat luas selama tidak bertentangan dengan Al-Quran. Rahmatan lil alamin terdapat dalam Al-Quran surat al-Anbiya’ ayat 107: “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) ramhat bagi semesta alam (rahmatan lil alamin)”. Dari berbagai pandangan, semuanya akan menuju pada visi Islam sebagai agama penuh kelembutan, kedamaian, dan solusi untuk dunia (Rasyid, 2016). Maka dalam hal ini, alam tidak bisa dilepaskan dari Islam itu sendiri.
Alam adalah tempat manusia untuk hidup, pun sebagai tempat umat Islam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT dan ibadah dalam menjalankan kehidupan sosialnya. Lalu apakah layak bagi kita melupakan amalan kita terhadap alam? Padahal telah jelas bahwa dalam beribadah adalah hablumminallah, hablumminannas, dan hablumminalalam?
Hablumminallah pada dasarnya adalah bagaimana manusia menyatakan keimanannya kepada Allah SWt melalui ibadah langsung kepada-Nya. Sedangkan hablumminannas adalah bagaimana manusia menjalin hubungan sosial yang baik dengan masyarakat sebagai bentuk pengamalan iman kepada Allah SWT. Sedang yang kita bicarakan sekarang, adalah hablumminalalam.
Hablumminalalam adalah bentuk ibadah umat melalui usaha memakmurkan bumi. Menjaga alam dan melestarikan alam adalah bentuknya. Bahkan Allah SWT telah jelas berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 60: “…dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: “Pukullah batu itu dengan tongkatmu,” lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan…”. Dari ayat tersebut maka sesungguhnya Allah SWT telah memberikan rezeki di muka bumi untuk manusia, dan sesungguhnya Allah SWT melarang hambanya merusak alam (Swararahima, 2018).
Selanjutnya dalam Surat Shad ayat 27-28, Allah SWT menyebut orang yang berbuat kerusakan di bumi sebagai golongan orang yang kufur (mengingkari) nikmat Allah (Swararahima, 2018). “… dan Kami tidak menciptakan tangit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, Maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang- orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat?”.
Hablumminalalam adalah sebuah tugas dan kewajiban manusia sebagai khalifah di muka bumi. Bukan hanya sebagai pemimpin umat manusia, tapi juga sebagai pemimpin alam dan sebagai pelindung alam. Jika kita bicara tentang pemimpin, maka Rasulullah adalah khalifah yang terbaik. Sebagai teladan umat manusia, rasulullah telah menetapkan usaha pelestarian alam. Salah satunya adalah penetapan kawasan hima, yaitu kawasan yang didalamnya dilarang melakukan perburuan dan eksploitasi tanaman (Tajudin, 2020). Hima bahkan dijaga sebagai kewajiban religius. Dinyatakan dalam sebuah hadits: “sesungguhnya al-hima (bumi larangan) adalah hima’nya Allah dan Rasulnya” (Arif, 2015).
Bukan tanpa alasan hima ditetapkan. Kawasan ini adalah daerah yang diperuntukkan untuk menjaga keseimbangan alam dan kesejahteraan umat. Terdapat lima jenis kawasan hima. Pertama, kawasan yang didalamnya tidak diperbolehkan mengembala ternak. Kedua, kawasan yang di musim-musim tertentu diperbolehkan menggembala dan memotong pohon. Ketiga, kawasan yang penggunaannya untuk ternak gembala dibatasi jumlahnya. Keempat, kawasan untuk melestarikan bunga yang didatangi madu. Kelima, kawasan yang sama sekali dilarang dirusak (Tajudin, 2020).
Maka dalam pengelolaan alam ini, sebenarnya rasulullah telah menerapkan apa yang sekarang dinamakan politik lingkungan dan politik ekologi. Sederhanya, politik lingkungan membicarakan politik menyangkut pengelolaan sumber daya alam. Pengambangan kajian politik lingkungan ini mengadaptasi politik ekologi, yang pengertiannya diungkapkan Watts: “to understand the complex relations between nature and society through a careful analysis of what one might call the forms of access and control over resources and their implications for environmental health and sustainable livelihoods.” Dengan demikian, maka makna dari politik lingkungan adalah instrument untuk memahami hubungan alam dan masyarakat melalui analisa bentuk akses dan control terhadap sumber daya dan dampaknya bagi kesehatan lingkungan dan keberlanjutannya (Siahaan, 2020).
Lalu kemudian, bagaimana relevansinya hima dengan kebijakan politik lingkungan? Mari kita ambil contoh negara kita sendiri. Indonesia telah menerapkan hima ini dalam penetapan wilayah konservasi, yaitu melalui cagar alam dan taman margasatwa. Pada tahun 2021 ini, Indonesia telah menetapkan 556 kawasan konservasi dengan luas mencapai 27,14 juta hektar. Jumlah ini terdiri dari 214 cagar alam, 80 unit suaka margasatwa, 54 taman nasional, 134 taman wisata alam, 34 taman hutan raya, dan 29 unit kawasan suaka alam. Dari kawasan ini, yang dilarang untuk dikunjungi adalah cagar alam dan kawasan suaka alam (Ramadhian, 2021).
Penetapan kawasan konservasi memang penting dilakukan. Deforestasi kini menjadi masalah besar bagi dunia global. Banyak hutan yang akhirnya hilang akibat adanya pembabatan liar dan masifnya penggundulan. Telah hilang tempat tinggal hewan dan tumbuhan. Pemerintah global pun berlomba memberi acuan bagi negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dengan mempertimbangkan aspek keberlanjutan.
Lalu apakah ada jawaban dari pertanyaan “adakah hubungan antara alam, Islam, dan keprodianmu?” jawabannya ada dan telah jelas. Memikirkan alam adalah tanggungjawab Islam dan tanggungjawab politik juga. di satu sisi, sebagai seorang insan, saya memiliki beban untuk melestarikan alam sebagai wujud dari keimanan terhadap Allah SWT. Dalam kaitannya saya sebagai mahasiswa Pemikiran Politik Islam, memahami adanya politik lingkungan hidup adalah penting. Itu adalah cara bagaimana seorang politikus memikirkan kebijakan yang berperspektif alam dan berkelanjutan. Salah satu kebijakan politik yang secara nyata berkaitan erat dengan Islam dan pelestarian alam adalah penetapan kawasan konservasi, yang sebenarnya memang telah diajarkan oleh Rasulullah.
Maka masihkah anda memisahkan pemahaman antara Islam dan alam? Islam memikirkan alam secara normatif dan praktik. Bahwa bumi adalah bentuk rezeki, karenanya manusia tidak diperbolehkan merusaknya dan harus melestarikannya. Praktik paling efektif adalah penetapan wilayah konservasi (hima) yang dihukumi secara Islam untuk mempertahankan ekosistem di kawasan tersebut.
Kontributor : Melina Nurul Khofifah ( Mahasiswa PPI’18 )
REFERENSI
Arif, M. (2015). PEMERINTAHAN KHALIFAH USMAN BIN AFFAN (Analisis Historis Sebab-Sebab Munculnya Pemberontakan) [UIN Alauddin Makassar]. In UIN Alauddin. Tesis
Ramadhian, N. (2021). Indonesia Punya 556 Kawasan Konservasi, Mana yang Boleh Dikunjungi? Kompas.Com. https://travel.kompas.com/read/2021/01/18/125500427/indonesia-punya-556-kawasan-konservasi-mana-yang-boleh-dikunjungi-?page=all
Rasyid, M. M. (2016). Islam Rahmatan Lil Alamin Perspektif Kh. Hasyim Muzadi. Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, 11(1), 93–116. https://doi.org/10.21274/epis.2016.11.1.93-116
Siahaan, V. R. (2020). Politik lingkungan indonesia. UKI Press. http://repository.uki.ac.id/1826/
Swararahima. (2018). Ayat-Ayat Alquran tentang Penyelamatan Lingkungan. Swara Rahima. https://swararahima.com/2018/08/13/ayat-ayat-alquran-tentang-penyelamatan-lingkungan/
Tajudin, Q. (2020). Konsep Islam Melindungi Alam. Forest Digest. https://www.forestdigest.com/detail/721/konsep-islam-melindungi-alam
Yahya, I. (2018). Islam Rahmatan Lil’alamin. IAIN Surakarta. https://iain-surakarta.ac.id/islam-rahmatan-lilalamin/
0 Comments:
Post a Comment