sumber foto: tribunkaltimwiki.tribunnews.com
Sampai mana pikiran kita tentang dampak pandemi COVID-19
ini? Mendadak ekonomi sulit, ributnya dunia kesehatan, pendidikan kita
dibanting, bahkan sisi kemanusiaan kita ikut kena coba.
Kondisi itu bukan hanya dialami tetangga RT kita, bukan juga
Indonesia saja, tapi seluruh dunia. Semua negara di dunia berada dalam resiko
yang sama di bawah tekanan pandemi.
PBB sendiri telah memperkirakan kemungkinan terburuk bagi
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 (SDGs). Cita-cita membuat dunia lebih
baik dipaksa terhenti.
Dua SDGs yang hampir membuahkan hasil, yaitu menghilangkan
kematian yang dapat dicegah pada bayi baru lahir dan balita, serta memasukkan
anak ke sekolah juga terpaksa berhenti di masa pandemi.
Bagaimana tidak? Laporan PBB tahun 2020 tentang SDGs
menyebut sebanyak 70 negara menghentikan vaksinasi dan menyebabkan kemungkinan
anak terpapar penyakit lebih parah semakin banyak. Selain itu, penutupan
sekolah juga telah membuat 90 persen siswa di dunia (sekitar 1,57 miliar anak) tidak
efektif belajar.
Tidak hanya kesehatan dan pendidikan, langkah-langkah
pembatasan sosial dan karantina wilayah juga membuat anak-anak lebih rentan
mengalami kekerasan dan pelecehan. Berdasarkan data KPAI, kenaikan jumlah
kekerasan verbal pada anak mencapai 62 persen, sedangkan kekerasan fisik 11
persen.
Kekerasan juga banyak dialami perempuan dalam masa pandemi
ini. Kenaikan jumlah kekerasan berbasis gender dan pelecehan dalam rumah tangga
terbukti meningkat dan menyebabkan tujuan kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan merosot tajam.
Faktanya, di Indonesia, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Komnas Perempuan mencatat peningkatan kasus
kekerasan terhadap perempuan naik sekitar 75 persen sejak pandemi COVID-19.
Data itu dikutip dari pernyataan Reisa Broto Asoro dalam konferensi pers di
Graha BNPB Jakarta, 10 Juli lalu.
Angka-angka ini turut menyita perhatian berbagai pihak.
Bagaimanapun, korban kekerasan berhak dan wajib mendapat pendampingan dari
negara. Namun, hal tersebut agak terkendala karena aturan pembatasan sosial dan
pertimbangan kondisi penyebaran virus corona.
Pemerintah Indonesia sendiri telah mengupayakan optimalisasi
pelayanan dengan website, telepon hotline, serta menyusun protokol penanganan
korban kekerasan dan pelecehan.
Di saat yang sama, setidaknya ada 270 juta orang menghadapi
ancaman kelaparan parah dan Program Pangan Dunia sedang mempersiapkan respon
kemanusiaan terbesar dalam sejarah. Menurut laporan, lebih dari 70 juta orang
dipaksa masuk dalam jurang kemiskinan ekstrim tahun ini, dan memusnahkan semua
kemajuan selama ini. Jumlah itu belum termasuk lebih dari 750 juta orang yang
sudah berada di bawah garis kemiskinan sebelum pandemi.
Lengkap sudah, tujuan untuk menghilangkan kemiskinan,
kelaparan dan ketidaksetaraan, dan untuk meningkatkan kesehatan, kesejahteraan
dan pertumbuhan ekonomi diambang kepunahan.
Belum lagi masalah pengumpulan data. PBB dan Bank Dunia
menyatakan banyak negara yang tidak dapat mencatat perkembangan terkini. Survei
yang dilakukan pada 122 kantor statistic nasional menemukan sebanyak 96 persen
kantor telah sepenuhnya atau sebagian menghentikan pengumpulan data tatap muka.
Lalu apa yang sebaiknya dilakukan?
Jauh sebelum pandemi berlangsung, banyak pihak berpendapat
perlunya menemukan cara untuk membuat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan lebih
tercapai. Salah satu usulan berasal dari Global Sustainable Development Report
(GSDR) yaitu sekelompok penasihat sains PBB. Kelompok ini mentransformasikan 17
tujuan SDGs dan 169 target menjadi 6 titik masuk. Yaitu:
1) kesejahteraan manusia dan sumber daya manusia,
2) ekonomi berkelanjutan,
3) akses ke makanan dan nutrisi,
4) meningkatkan konektivitas jaringan listrik untuk mencapai
energi yang terjangkau dan bersih untuk semua,
5) perkembangan kawasan kota dan kabupaten,
6) lingkungan global bersama (menggabungkan keanekaragaman hayati
dan perubahan iklim).
Tim penasihat yang berbeda juga memiliki 6 poin masuk yang
berbeda. Menurut Sustainable Development Solutions Networks (SDSN), 6 poin
tersebut adalah:
1) pendidikan, gender dan ketidaksetaraan,
2) kesehatan, kesejahteraan, dan demografi,
3) dekarbonasi energy dan industry berkelanjutan,
4) pangan berkelanjutan, tanah, air, dan lautan,
5) kota dan komunitas berkelanjutan,
6) revolusi digital untuk pembangunan berkelanjutan.
Namun, terlepas dari dua usulan tersebut, semua negara masih
diminta untuk memenuhi SDGs yang sebenarnya dan target mereka. Seorang direktur
eksekutif SDSN, Guido Schmidt-Traub mengatakan bahwa SDGs masih harus memandu
pemulihan pasca COVID-19. Sebab, masih belum ada yang bisa menggantikan SDGs
sekarang.
Tetapi, seorang ilmuwan terkemuka di kelompok konservasi
WWF-US di Washington DC, Robin Naidoo, dan seorang ilmuwan lingkungan di
University of Vermont di Burlington, Brendan Fisher, menyatakan ukuran yang
ditetapkan dalam SDGs sudah tidak realistis lagi. Dalam jurnalnya, mereka menggambarkan
bagaimana COVID-19 telah mengubah beberapa target SDGs dan tidak dapat
diperbaiki lagi.
Ketika
SDGs ditetapkan pada 2015, harapannya adalah meningkatnya pertumbuhan ekonomi
dan kerja sama internasional yang positif. Sekarang dunia global diguncang oleh
virus corona dan berada di ambang depresi terbesar dalam abad ini.
Bagaimana
tidak? Kerja pemerintah dipaksa melambat, pertemuan internasional penting
tentang perlindungan iklim, keanekaragaman hayati dan lahan basah terpaksa
ditunda, dan bantuan untuk negara termiskin mencapai SDGs juga terganggu.
Dalam
artikelnya yang berjudul Reset Sustainable Development Goals For a Pandemic
World, Naidoo dan Fisher memberikan pemetaan tujuan SDGs yang tidak akan
terpenuhi pada tahun 2030. Beberapa bahkan bisa menjadi kontraproduktif. Bahkan,
beberapa tujuan SDGs dapat memperburuk dampak pandemi di masa depan.
SDG
|
Status
|
Contoh target yang terdampak
|
Goal
1: Tanpa kemiskinan
|
Terancam
dan kontraproduktif
|
Target
1.2: membagi dua proporsi orang yang hidup dalam kemiskinan pada tahun 2030
Target
1.4: memberikan akses yang sama ke layanan dasar
|
Goal
2: Tidak ada kelaparan
|
Terancam
|
Target
2.3: menggandakan produktivitas pertanian dan pendapatan produsen makanan
skala kecil
|
Goal
3: Kesehatan dan kesejahteraan yang baik
|
Terancam
dan kontraproduktif
|
Target
3.8: mencapai cakupan kesehatan universal
|
Goal
4: Pendidikan berkualitas
|
Terancam
|
Target
4.1: menyediakan pendidikan gratis, adil dan berkualitas untuk semua anak
|
Goal
5: Kesetaraan gender
|
Sebagian
terancam
|
Target
5.4: biaya perawatan dan pekerjaan rumah gratis dengan memberikan layanan dan
kebijakan publik
|
Goal
6: Air bersih dan sanitasi
|
Terancam
|
Target
6.1: memberikan akses ke air minum yang aman dan terjangkau untuk semua
|
Goal
7: Energi yang terjangkau dan bersih
|
Terancam
|
Target
7.3: menggandakan laju peningkatan efisiensi energi global
|
Goal
8: Pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi
|
Terancam
|
Target
8.1: mempertahankan pertumbuhan ekonomi per kapita
|
Goal
9: Industri, inovasi, dan infrastruktur
|
Terancam
dan kontraproduktif
|
Target
9.4: meningkatkan infrastruktur dan retrofit industri untuk membuatnya
berkelanjutan
|
Goal
10: Mengurangi ketidaksetaraan
|
Terancam
|
Target
10.1: mempertahankan pertumbuhan pendapatan di atas rata-rata dari 40%
populasi terbawah
|
Goal
11: Kota dan komunitas yang berkelanjutan
|
Terancam
|
Target
11.2: memberikan akses ke sistem transportasi yang aman, terjangkau dan
berkelanjutan untuk semua
|
Goal
12: Konsumsi dan produksi yang bertanggungjawab
|
Sebagian
terancam
|
Target
12.5: mengurangi timbunan sampah melalui pencegahan, pengurangan, daur ulang
dan penggunaan kembali
|
Goal
13: Aksi iklim
|
Terancam
|
Target
13.A: memobilisasi US $ 100 miliar setiap tahun mulai 2020 untuk Green
Climate Fund untuk mengatasi kebutuhan negara-negara berkembang
|
Goal
14: Kehidupan bawah air
|
Sebagian
terancam
|
Target
14.1: pada tahun 2025, mencegah segala jenis polusi laut
|
Goal
15: Kehidupan di darat
|
Terancam
dan kontraproduktif
|
Target
15.7: mengakhiri perburuan dan perdagangan spesies yang dilindungi dan
menangani permintaan dan pasokan produk-produk satwa liar ilegal
|
Goal
16: Perdamaian, keadilan dan institusi yang kuat
|
Sebagian
terancam
|
Target
16.1: mengurangi semua bentuk kekerasan dan kematian terkait dimanapun
|
Goal
17: Kemitraan untuk mencapai tujuan
|
Sebagian
terancam
|
Target
17.2: negara-negara maju harus memberikan setidaknya 0,7% dari pendapatan
nasional bruto dalam bantuan luar negeri untuk negara-negara berkembang dan
0,15% untuk negara-negara terbelakang
|
0 Comments:
Post a Comment