Berdasarkan
yang disampaikan narasumber pertama, Mufarikhin
(Mahasiswa Pemikiran Politik Islam 2017), menurutnya, kreatif itu berarti
seseorang memiliki sikap mindset terbuka pada dirinya sendiri, tidak
tertutup pola berpikirnya, karena kreatif itu muncul disaat mendapatkan sebuah
ide dari akal pikiran kita lalu kita tuangkan dalam bentuk suatu hal. Jadi,
dasar acuannya ialah berpikir secara terbuka. Serta berpikir secara rasional dan logis supaya mendapatkan ide yang
baik dan berkualitas.
Terkait kondisi pada saat ini di mana
Indonesia masih terdampak pandemi Covid-19, sekaligus kita melaksanakan
aktivitas berpuasa di tengah pandemi, tentunya hal tersebut berbeda saat puasa
tahun sebelumnya. Hal tersebut
mengharuskan kita untuk terus berpikir kritis supaya tetap produktif di tengah
pandemi ini. Tentunya yang kita harapkan disaat kita berpikir, kita mendapat
sebuah ide-ide yang kreatif dan bisa kita wujudkan, bisa kita realisasikan ke
bentuk yang nyata dalam sebuah aksi maupun tindakan yang dapat bermanfaat bagi
diri kita sendiri dan orang lain. Oleh karena itu, walaupun faktanya di tengah
pandemi ini aktivitas kita bisa terbilang terbatas, bukan berarti semangat berpikir
untuk memunculkan ide-ide yang kreatif dari diri kita terbilang terbatas juga,
melainkan justru harus tak terbatas.
Berbicara
soal berpikir kreatif, tentunya tak luput dari sikap seseorang dalam melakukan
kekreatifan,
terlebih cara mengembangkan berpikir
kreatif ditengah pandemi
sekarang ini. Narasumber
dengan tegas menjelaskan bahwasannya
setiap orang itu memiliki passion yang berbeda-beda, lebih jelas lagi
setiap orang memiliki gagasan, output, basic yang menjadi landasan pada
orang tersebut untuk bisa dikembangkan secara mandiri. Yang ditekankan
narasumber ialah kepenulisan, karena beliau dasarnya memang memiliki passion
di bidang
kepenulisan. Ia berpendapat
bahwa melalui menulis perasaan kita bisa menjadi powerfully, karena
karya tulis tersebut berasal dari ide kita lalu dituangkan ide tersebut ke dalam bentuk penulisan. Dengan menulis
juga ada kemungkinan tulisan kita bisa tersampaikan ke pemerintah (jika berhubungan dengan isu
kepemerintahan).
Nah, untuk tujuan kepenulisan itu
sendiri − setidaknya
ada 3 (tiga) hal
penting yang bisa diharapkan oleh penulis
pada umumnya kepada pembaca hasil karya tulis. Yang pertama dengan argumentatif,
berarti diharapkan argumen-argumen yang
telah dipaparkan
dapat menjadi acuan untuk sebuah perubahan yang lebih baik. Yang kedua, persuasif,
berarti diharapkan hasil karya tulis tersebut mampu seolah-olah mengajak
pembaca, mempengaruhi pembaca dalam menerapkan suatu hal dari hasil karya tulis
yang tela ia baca. Yang ketiga, mengedukasi masyarakat, berarti apa yang telah
ia tulis dapat menginspirasi masyarakat luas, memberi pendidikan baik kepada
masyarakat luas.
Namun, tidak semua orang bisa memiliki jiwa kreatif. Khususnya bagi mahasiswa, yang tidak bisa dengan mudahnya menjadi mahasiswa
yang kreatif. Tidak
mudah dan memang harus berproses terlebih dahulu. Disamping itu, juga pada dasarnya latar belakang
setiap mahasiswa berbeda-beda. Ada yang memang berkuliah sebagai tujuan
berpendidikan, ada juga yang berkuliah karena keterpaksaan karena suatu hal.
Akan tetapi, setidaknya kita berusaha semaksimal mungkin dalam berkreasi secara
kreatif, apalagi mahasiswa itu notabenenya harus memiliki keterampilan yang
kreatif.
Menurut narasumber, ada 3 (tiga) hal motif mahasiswa, diantaranya :
1. Mahasiswa “Ikut-ikutan”. Ini berarti mahasiswa
tersebut belum bisa terbilang mahasiswa kreatif dan sulit karena ia berkuliah
hanya sebatas ikut-ikutan saja. Tanpa ada target yang ingin ia dapatkan. Nah,
jika ingin menjadi mahasiswa kreatif alangka baiknya ubah pola pikir yang
awalnya berkuliah hanya sebatas ikut-ikutan menjadi mahasiswa yang maksimal dan
kreatif.
2. Mahasiswa “Yang Benar-benar Mahasiswa”. Tidak perlu dijelaskan karena
sudah jelas jika mahasiswa tersebut bersungguh-sungguh berkuliah, maka mudah
baginya untuk berkreasi secara kreatif dan kedepannya bisa menjadi mahasiswa
yang kreatif.
3. Mahasiswa “Batu Loncatan”. Artinya
seorang mahasiswa itu disamping melakukan kegiatan perkuliahan seperti pada
umumnya, mereka juga menjadikan status mereka sebagai mahasiswa untuk menambah
jaringan, relasi. Mencari jaringan terhadap
suatu komunitas secara perseorangan maupun kelompok. Contohnya ada mahasiswa yang juga
membuka usaha dibidang kuliner, ia bisa menambah jaringan dengan cara
mempromosikan usaha mereka supaya cepat laris dan bisa menyebar luas usaha
dagangan yang ia miliki. Hal tersebut tentu harus diterapkan juga karena
termasuk dalam sikap yang kreatif.
Pada ujung diskusi, narasumber
menceritakan keikutsertaannya
dalam lomba
essay nya yang berhasil menembus 10 besar nominasi se-Jawa tengah dalam Muria
Essay Competition 2020 yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
Komunitas Mahasiswa Kreatif Universitas Muria Kudus dengan tema “Peran
Mahasiswa dalam Mewujudkan Sustainable Development Goals SDG’s 2030”. Dalam
lomba tersebut narasumber tidak
sendirian, ada 2 (dua)
Mahasiswa PPI lainnya, yakni Tevana Sari Dewi, dan Dinda Alfiyatur Rohmaniah
yang tergabung dalam satu tim. Ini menunjukkan bahwa sikap kolaborasi antar
sesama memang diperlukan dalam upaya mewujudkan kreativitas pada diri
masing-masing. Karena dengan kolaborasi kita bisa juga saling tukar pendapat,
tukar pikiran, dalam menindaklanjuti ide dari mereka lalu diwujudkan dan
dikembangkan secara baik dan komperehensif.
Sedangkan menurut narasumber kedua, Tevana Sari Dewi (Mahasiswa Pemikiran
Politik Islam 2017). Menurutnya, generasi
milenial adalah generasi yang membawa bangsa Indonesia lebih beradab, khususnya
mahasiswa yang pada umumnya juga termasuk sebagai penerus bangsa Indonesia.
Kurang lebih seperti itu yang disampaikan oleh narasumber terkait pengantar
generasi milenial. Jadi, untuk tujuan kedepannya, kita sebagai mahasiswa
dituntut untuk merombak segala aspek pada bangsa Indonesia supaya lebih baik
lagi dalam tingkat kemajuan bangsa. Hal tersebut tidak terlepas dari sikap dan
karakter mahasiswa itu sendiri yaitu bersikap dan berkarakter kreatif.
Terlebih, narasumber menjelaskan kreatif ialah mereka yang mempunyai ide-ide
yang baik dan bisa menemukan solusi dalam menyelesaikan persoalan atau yang
biasa kita sebut problem solving
Untuk
itu perlu kiranya kita mengetahui ciri-ciri mahasiswa kreatif menurut
narasumber. Setidaknya ada 3 (tiga)
poin
yang ia jelaskan, yaitu :
1. Suka Challenge (tantangan). Nah,
mahasiswa yang kreatif harus menyukai tantangan dan yang jalankan dengan sepenuh hati dan
sejauh mana tantangan tersebut berhasil dijalankan. Narasumber mencontohkan
pada saat ia mengikuti berbagai lomba semasa berkuliah, baik lomba yang
bertajuk akademik maupun non akamedik. Tentunya dari keikutsertaan lomba
tersebut dapat memunculkan kekreatifan
pada diri kita masing-masing.
2. Suka Berimajinasi. Maksudnya dalam
proses berpikir kreatif kita juga perlu berimajinasi mengenai bagaimana langkah kita untuk
menindaklanjuti ide-ide yang kreatif yang kita tuangkan dalam bentuk nyata. Diibaratkan ilmuwan bernama Albert
Einstein yang notabenenya sering berimajinasi, berpikir kritis dalam menemukan
sebuah eksperimen-eksperimen yang bermanfaat untuk masyarakat dunia dalam
jangka panjang pula. Hal tersebut juga bisa kita terapkan dalam aktivitas kita
sehari-hari.
3. Tidak merasa puas disaat berhasil, terus
mencoba lagi dan lagi. Itu artinya, kita dituntut untuk setidaknya
mempertahankan apa yang telah berhasil kita capai supaya kedepannya kita tidak
terlena, tidak berhenti dalam kepuasan mengenai keberhasilan yang telah kita
capai, maka dari itu rasa untuk terus mengasah, mencoba secara terus-menerus
perlu kita pertahankan.
Selanjutnya, berhubungan cara
mengembangkan berpikir
kreatif pada diri kita terlebih disaat
pandemi yang masih mewabah ini. Bentuk
kegiatan
alternatif yang kreatif, yang mungkin bisa dilakukan yaitu dengan semisal jika memiliki
skill bahasa asing seperti bahasa Inggris cara mengembangkannya ialah
kita bisa mencari platform-platform online seperti fasilitas penyedia
kelas online tersebut, atau bisa juga mengembangkan melalui YouTube atau
dengan media lainnya. Selain itu, kita bisa menjadi seorang content creator,
misalnya dengan membat konten-konten yang kreatif kemudian dituangkan ke dalam
bentuk tulisan. Hal tersebut bisa meningkatkan kekreatifan kita. Nah, untuk yang
menyukai dunia kuliner bisa terus berlatih dalam memasak sebagai wujud
produktif serta mengembangkan kreativitas ketika di rumah.
Atau bertukar
pikiran di media sosial mengenai resep-resep masakan.
Berbicara soal kreatif, kurang lengkap rasanya jika tidak
mendiskusikan proses belajar.
Narasumber
memaparkan trik menumbuhkan semangat belajar sebagai penunjang kreativitas
kita, diantaranya :
1. Membuat to-do list. Dengan
membuat list kegiatan atau aktivitas sehari-hari mampu melatih diri kita
lebih terstruktur dan teroganisir, menjaga agar selalu produktif, dan tentunya
mampu menumbuhkan
semangat belajar.
2. Cobalah cari circle pertemanan
yang memang mampu memberikan motivasi belajar kita. Meskipun seperti kondisi
pandemi ini kita juga bisa saling memberi semangat atau memotivasi untuk
teman-teman, bisa melalui media sosial seperti WhatsApp yang sering
digunakan.
3. Ingat goals atau tujuan dan
cita-cita kita dalam jangka waktu panjang. Karena dengan kita teringat akan goals
itu, kita akan terus termotivasi dalam menggapai goals yang ingin kita
capai.
4. Usahakan mematikan handphone
disaat proses belajar. Nah, mungkin bagi kebanyakan orang sulit diterapkan
mengingat handphone yang kita gunakan sangat berpengaruh, dan sering
digunakan setiap waktu, jadi terkesan sedikit-sedikit mengecek handphone. Walaupun sekedar melihat notifikasi masuk.
Namun hal tersebut dapat membuyarkan proses belajar kita yang awalnya penuh
kekonsentrasian menjadi terpecah. Oleh karena itu, sebisa mungkin untuk menjauh
dari handphone disaat proses belajar.
Akan tetapi, terkadang memang kita
semua meskipun kita sudah menguasai tips bagaimana kita tetap konsisten untuk
belajar. Namun, ada satu titik atau satu fase dimana mood belajar kita
itu tiba-tiba down. Karena apa, mungkin ada something wrong atau ada
sesuatu yang salah dari diri kita misalkan yang pertama adalah kita tidak punya
strategi belajar yang baik sehingga memicu motivasi dalam belajar menjadi
turun. Yang kedua adalah tidak punya tujuan, artinya kita tidak tahu yang akan
kita pelajari itu seperti apa dan tujuan pelajaran itu seperti apa, impactnya
seperti apa. Yang ketiga adalah lingkungan yang sekiranya kurang kondusif,
artinya kita dalam proses belajar kurang mengasyikkan dan menyenangkan sehingga
perlu untuk merubah suasana belajar tersebut.
Kontributor: Muhammad Ariq Ajaba, mahasiswa PPI angkatan
2019 dan anggota HMPS PPI dari Divisi Riset dan Pendidikan Politik.
*Tulisan ini
adalah hasil dari catatan diskusi yang digelar secara daring pada hari Selasa,
19 Mei 2020. Dalam diskusi ini, mengambil narasumber dari dua mahasiswa PPI
angkatan 2017, Mufarikhin dan Tevana Sari Dewi yang mengambil tema “How to Be a
Creative Student”.
terus berkarya...siiip
ReplyDelete